Makassar, Beritaini.com – Calon anggota legislatif (Caleg) saat ini giat mencari dukungan dengan berbagai cara. Banyak diantara mereka tidak tanggung-tanggung mengiklankan diri baik melalui media sosial, media out door maupun melalui media cetak, online dan elektronik.
Yang menjadi diskusi hangat untuk para caleg tersebut adalah munculnya caleg oplosan, yang tanpa kapasitas diri yang mumpuni dan hanya mengandalkan faktor eksternal.
Direktur eksekutif Jenggala center, Syamsuddin Radjab mengungkapkan, “caleg-caleg oplosan ini mencalonkan diri dengan mengandalkan faktor eksternal. Dukungan mayoritas datang dari faktor eksternal, yang memanfaatkan otoritas politik dan kekuasaan dari kerabatnya yang punya ketokohan,” kata Syamsuddin.
Menurutnya, persentase dalam pengolosan itu, jauh lebih besar eksternal daripada internal partai itu sendiri. Jadi oplosan rumusnya lebih besar batuan eksternal ketimbang diri sendiri.
Fenomena seperti ini tidak lagi mementingkan kualitas dan rendah pengetahuan. Ujung dari pola ini adalah matinya demokrasi yang diharapkan. Tidak ada lagi nilai persamaan, kesetaraan, kapasitas dan track record.
“Jika terpilih, survivalitas dalam rapat sidang di parlemen, mereka tidak akan mampu mengikuti ritme tema dan gagasan yang dibahas. Datang, duduk, mengantuk, tidur dan terima duit,” kata Olleng sapaan akrab dosen UIN Alaudin ini.
Mereka caleg oplosan, jika lolospun tidak akan memperjuangkan apa-apa, selain dirinya, keluarganya, dinastinya dan berujung pada tindakan koruptif menguras anggaran negara untuk kepentingan oligarki.
Anggota DPR RI Akbar Faizal mengatakan, “biasanya orang menjadi besar karena ada pijakan, melalui pengkaderan. Ini tidak, hanya karena suaminya misalnya bupati dan jabatan lainnya, mau juga ikut jadi caleg,” tukasnya, dalam diskusi Jenggala center dengan Fajar, Jumat (26/10).
Pilihan ada di tangan anda, apakah memilih caleg oplosan atau caleg murni dengan kapasitas mumpuni.
