EsaiSastraSastra

Darurat dan Pak Tua

×

Darurat dan Pak Tua

Sebarkan artikel ini

Oleh: Salim Majid*

Jumat pagi, seorang lelaki tua tergesa – gesa menuju sebuah kios. Bapak mau kemana? cari bantuan nak jawabnya singkat. Mulut pak tua itu kering seperti belum tersentuh air. Diambilnya air meneral segelas dari kantong plastik yang lusuh lalu diminumnya

Pelan tapi pasti keronggonan pak tua basah, dahagapun hilang, dari bilik kios kecil puluhan orang berkerumun berebutan makanan, air, biskuit indomie, menjadi menu dimasa darurat

Pak tua tak mampu berdesakan ditengah antrian puluhan orang dibilik kios kecil yang menjajakan makanan. Makanan tak ada, lebih uang untuk membelinya darurat jumat yang memilukan mengiris jiwa nestapa.

Usai gempa memgguncang dini hari, saat mata ini terpejam hilir mudik manusia sibuk mencari setiap kios – kios kecil.

Wajah – wajah lelah jelas tergambar bahwa semalam tak ada tidur usai gempa terjadi. Mereka berada diluar rumah hingga fajar pagi.

Baca juga:  Malaqbi Izinkan Aku Untuk Menjagamu

“Saya tidak tidur setelah gempa. Saya hanya bisa pasrah saat lampu padam,” cerita pak tua dengan nada putus -putus. Tangan Pak Tua bergetar setiap mengingat peristiwa malam jumat detik – detik bumi berguncang hebat.

Di luar sana orang – orang menjerit menangis, mereka tak menduga gempa yang hebat itu telah menghancurkan rumah mereka. Dalam hitungan detik bangunan yang berdiri angkuh itu roboh.

Pusat pelayanan publik dan hotelpun tinggal kenangan. Menyisahkan pilu yang dalam. Gempa dan Tanah longsor rentetan getir di awal tahun 2021.

Ratusan orang kehilangan nyawa dan harta benda. Duka nestapa bersemayam. Kepasrahan jiwa ditengah cobaan pilihan jiwa yang teduh.

Ruang-ruang publik yang biasanya ramai bercanda dan bersantai. Kini mendadak sepi menenggelanmkan cerita indah dan mimpi. Ketakutan derni ketakutan menghantui isi kepala.

Baca juga:  Aku Harus Diisolasi di Rumah Sakit Provinsiku

Trauma terasa begitu menempel di jiwa – jiwa manusia. Bencana gempa adalah satu peristiwa yang tak bisa di tolak karena satu kehendak Ilahi Sang Maha Kuasa.

Wajah ini layu, mata ini teduh menatap setiap menit langkah kaki manusia lalu lalang mencari makanan. Kota ini seperti mati. Satu – satu penghuninya pergi mencari aman. Informasi simpang siur soal zunami begitu kencang menghasut kepala kita.

Dalam hitungan menit orang – orang pun berada diketinggian. Tenda – tenda pengungji mulai berjejer rapi di sejumlah titik.

Matahari mulai diatas ubun – ubun kepala, dan lamat – lamat suara adzan terdengar diujung sana. Nampkanya masjid itu tak ikut roboh. Pak tua pun beranjak meninggalkan setiap bilik kios.

Mamuju, 15 Januari 2021

(*) Pemimpin Redaksi

Sastra

Kaulah seperti benang putih seputih kapas sebersih jiwamu…