InternasionalKorea Selatan

Korea Selatan Dalam Masalah HAM dan Perdamaian di Tengah Pandemi Covid-19

×

Korea Selatan Dalam Masalah HAM dan Perdamaian di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini

Daegu, Beritaini.com – Pandemi COVID-19 ini sudah mewabah ke seluruh dunia, tidak terkecuali di Korea Selatan. Pada bulan Februari dan Maret, wabah besar-besaran yang terjadi di Korea Selatan menjadikan Korea Selatan sebagai negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak pertama di luar Tiongkok.

Ketika warga Korea Selatan menjadi tidak puas dengan kegagalan pemerintah untuk bertanggung jawab menanggapi pencegahan awal COVID-19, pemerintah mulai menujukan kesalahan pada suatu kelompok keagamaan ‘Gereja Yesus Shincheonji’ (selanjutnya disebut Shincheonji) di wilayah Daegu, di mana wabah besar terjadi, sebagai sumber penyebaran.

Pemerintah Korea Selatan, politisi, dan Dewan Kristen Korea Selatan (Christian Council of Korea) bekerja sama untuk memfitnah dan mengorbankan Shincheonji melalui media, sehingga terjadi penindasan terhadap hak asasi manusia, kebebasasan beragama dan perdamaian terhadap Shincheonji.

Selama waktu puncak COVID-19 di Korea Selatan yaitu bulan Februari sampai masa Pemilihan Majelis Nasional di bulan April, pemerintah Korea Selatan melarang semua pertemuan sosial dan menganjurkan orang tinggal di dalam rumah.

Tetapi berita yang palsu dan bias secara luas tersebar setiap hari melalui media yang menyatakan bahwa penyebaran virus COVID-19 itu karena Shincheonji.

Akibatnya, 200.000 anggota Shincheonji di Korea Selatan menderita, di mana 7.500 yang ditemukan telah menjadi korban pelecehan serius terhadap hak asasi manusia.

Baca juga:  Kapolsek Wonomulyo Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Vaksinasi di SMP Negeri 1 Wonomulyo

Telah dilaporkan bahwa anggota Shincheonji telah mengalami serangan, kekerasan, perceraian, pemaksaan pindah keyakinan, penganiayaan di kantor akibat kebocoran informasi pribadi, pengunduran diri paksa, penolakan perawatan medis, dan penolakan fasilitas yang digunakan hanya karena mereka adalah anggota Shincheonji.

Penganiayaan ini bahkan menyebabkan kematian 2 perempuan. Tindakan buruk kepada para wanita di Shincheonji dan pelanggaran hak asasi manusia yang ditutupi menjadi semakin parah terjadi.

Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa meluasnya COVID-19 adalah karena Shincheonji. Semua fasilitas Shincheonji secara paksa ditutup di bawah tuduhan pelanggaran terhadap prosedur pencegahan penyakit menular. Termasuk lima pejabat gereja dengan dalih menghalangi keadilan.

Selain itu, dengan memanfaatkan fakta bahwa Ketua Shincheonji adalah atau Ketua “Budaya Surgawi, Perdamaian Dunia, dan Pemulihan Terang” (Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light/ HWPL), sebuah kelompok perdamaian internasional, pemerintah telah berulang kali menindas perdamaian dengan mencabut registrasi HWPL.

Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (The United States Commission on International Religious Freedom/ USCIRF) menyatakan keprihatinannya terhadap Gereja Shincheonji yang disalahkan atas penyebaran virus di Korea Selatan dan mendesak pemerintah Korea Selatan untuk berhenti melakukan tindakan pengkambinghitaman dan menyalahkan kelompok tertentu, yang seharusnya dapat menghormati kebebasan beragama dalam situasi COVID-19 ini.

Baca juga:  Polantas Majene Terus Eksis Terapkan Protokol Kesehatan di Tengah Pandemi

Meskipun terjadi penindasan ini, sekitar 4.000 orang di antara anggota Shincheonji yang merupakan pasien terkonfirmasi COVID-19 dan sudah sembuh berjanji untuk menyumbangkan plasma darah mereka secara cuma-cuma untuk pengembangan vaksin COVID-19. Sejak 13 Juli sampai 17 Juli, 500 anggota telah menyumbangkan plasma darah mereka, dan jumlah ini terus bertambah.

Pasal 20, paragraf 1 dan 2 dari Konstitusi Republik Korea menyatakan bahwa semua warga negara memiliki kebebasan beragama. Hal ini juga menyatakan bahwa agama dan politik itu terpisah.

Selain itu, “jaminan dasar hak asasi manusia” (Pasal 10 dari Konstitusi) dan “larangan diskriminasi di semua bidang yaitu jenis kelamin, agama, politik, ekonomi, sosial dan kehidupan budaya” (Pasal 11 Konstitusi) juga ditentukan dalam konstitusi tersebut.

Berita tentang penindasan agama, hak asasi manusia, dan perdamaian terhadap Shincheonji yang sedang terjadi ini, terlepas dari apa yang tertulis dalam konstitusi, menyebabkan tokoh-tokoh agama, aktivis kemanusiaan, tokoh-tokoh politik dan sosial serta LSM di seluruh dunia menyatakan bahwa, “penindasan perdamaian, agama, dan hak asasi manusia terhadap mereka harus segera dihentikan”, dan “kita harus menghentikan kebijakan yang salah dan berhenti menginjak-injak hak asasi manusia dari rakyat mereka sendiri.”

Mereka memperingatkan bahwa eksklusivisme pemerintah dapat membuat Korea dalam posisi bahaya.

Example 300250