Makassar

Kopel Menilai Opsi Pilkada 2021 Relatif Aman dan Logis

×

Kopel Menilai Opsi Pilkada 2021 Relatif Aman dan Logis

Sebarkan artikel ini

Makassar, Beritaini.com – Founder Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah sepakat jika Pemilihan Kepala Daerah tahun ini diundur.

Ia menilai, idealnya penundaan pilkada pada Juni 2021 adalah opsi yang relatif aman dan logis dari sisi waktu, jadwal, dan kesiapan para pemangku kepentingan.

“Jadwal Pilkada seharusnya dipilih durasi waktu yang relatif lebih panjang sehingga bisa memadai dari sisi persiapan dan tidak berisiko terjadinya penundaan-penundaan kembali,”  kata Syamsuddin Alimsyah,  Senin (18 Mei 2020).

Peneliti senior Kopel Indonesia ini menyebutkan, keputusan untuk menunda pikada hingga 9 Desember 2020, dengan catatan masih menyesuaikan dengan masa penanganan darurat covid-19 adalah keputusan yang kurang efektif.

“Ini bisa saja membuat ketidakpastian hukum kembali terjadi dalam perjalanan implementasinya dan dapat berdampak KPU harus bekerja ekstra mengatur tahapan, program, dan jadwal pilkada di tengah ketidakpastian akibat COVID-19,” ujarnya.

Menurut Syam, dari hasil studi Kopel, ada dua pendekatan ideal penundaan Pilkada Makassar maupun Pilkada serentak yang melibatkan 270 daerah di Indonesia.

‘’Rasionalnya memang Juni 2021. Tapi dengan syarat menggunakan APBN. Kalau berharap APBD sepertinya mustahil karena kas daerah habis terkuras untuk anggaran penanggulangan Covid-19,” ungkapnya.

Baca juga:  Foto: Pemeliharaan Jalan PU Kota Makassar

Dua opsi yang disebut Syamsuddin yang pertama soal keutamaan tanggungjawab negara melindungi warganya atas wabah Covid-19.

Ia merujuk pada keputusan Organisasi Kesehatan  Dunia World Health Organization (WHA), belum memastikan kapan Covid-19  akan berakhir.

‘’Beberapa peneliti  menyebut  masih akan berlangsung Juni hingga September 2020 dan akan berakhir Desember 2020. Itu, bila masyarakatnya disipilin menjalankan prokoler kesehatan,” tukas Syam.

Syam mencermati bahwa, negara sejatinya tidak boleh melakukan aktivitas yang  diyakini justru akan mengancam keselamatan warganya termasuk kegiatan politik .

Selanjutnya, terkait ketersediaan alokasi waktu bagi penyelenggara secara maksimal menjalankan semua tahapan.

“Kalo analisa bulan Juni, kajian kami mengabaikan pendekatan pragmatisme electoral.  Pendekatan  kami semata melihat rasionalitas waktu yang dialokasikan setiap tahapan bagi penyelenggara untuk bisa menjalankan tugasnya secara professional,” ujar mantan jurnalis di salah satu koran harian di Makassar ini.

Selama ini menurutnya, ada banyak tahapan yang tertunda. Ini  tentu membutuhkan energi yang super berat. Juga akan mengancam keselamatan masyarakat bila dipaksakan.

‘’Karena harus melakukan kontak langsung dengan warga calon pemilih. Mulai dari coklit dan pemutakhiran pemilih, verifilasi faktual dukungan perseorangan hingga kampanye kandidat. Selain berisiko, juga butuh waktu yang maksimal,” tuturnya dilansir dari laman infosulsel.com.

Baca juga:  Tersisa Dua Kabupaten, Gerindra Usung Sutinah-Ado di Mamuju dan Petahana di Majene

Alasan lain adalah kepastian jaminan ketersediaan anggaran. Mengingat alokasi anggaran Pilkada yang ada sekarang sesuai rapat KPU, DPR  dan pemerintah menjadi bagian yang dialihkan untuk penanganan covid-19.

“Begitu juga keuangan negara yang sedang terseok-seok. Menteri Keuangan sudah mengingatkan tahun ini transferan pusat akan mengalami pengurangan yang sangat singnifikan,” tandasnya.

Karena itulah Syamsuddin kembali menegaskan Juni 2021 menjadi pilihan rasional dilaksanakannya Pilkada serentak.

‘’Dengan syarat menggunakan dana APBN. Sebab daerah sesungguhnya meski covid-19 diperkirakan berangsur-angsur hilang namun dampak ekonomi justru masih negatif. Semua sektor pendapatan masih terpuruk,” jelasnya.

Syamsuddin juga menyebut soal masa jabatan bagi kepala daerah yang terpilih, juga menjadi problem. Sebab sesuai kalender Pilkada serentak akan dilaksanakan 2024. Sehingga masa jabatan akan menjadi berkurang.

‘’Semula ada usulan masa jabatan kepala daerah tetap 5 tahun. Tapi dalam Perpu yang ada sekarang tidak diatur secara tegas,” katanya.

Sumber: infosulsel.com

Example 300250