Mamuju, Beritaini.com – Proses tender pematangan lahan Kejati Sulbar yang disorot aktivis antikorupsi beberapa waktu lalu ditanggapi pihak Dinas PU.
Menurut Kabid Cipta Karya Dinas PU Sulbar, Arjanto, tidak ada intervensi birokrat dalam proses tender tersebut.
“Saya jamin tidak ada (intervensi), ini yang putuskan sistem,” kata Arjanto belum lama ini.
Namun, ia mengakui mekanisme tender pematangan lahan kejati sempat berubah dari tender cepat ke tender biasa.
Dirinya pun menuturkan alasan sampai terjadi perubahan sistem tender tersebut. Menurutnya, tender proyek itu baru bisa dilakukan November 2019. Waktu yang sempit membuatnya khawatir pekerjaan tak akan selesai.
Setelah berembuk bersama Pokja, pihaknya kemudian melakukan konsultasi hukum ke Kejati Sulbar.
“Waktu itu pihak Kejati menyarankan agar kita gunakan tender cepat saja, dengan pertimbangan waktu mepet ini,” ujarnya.
Setelah konsultasi dengan Kejati Sulbar, pihaknya sepakat melakukan proses tender cepat.
Arjanto menginstruksikan Pokja untuk mempersyaratkan 3 kali Nilai Pengalaman Tertinggi (NPT), bagi perusahaan yang ikut tender tersebut.
“Kita minta 3 kali NPT sebanyak Rp 500 juta hasilnya Rp 1,5 miliar. Itu setara dengan nilai anggaran proyek ini,” imbuhnya.
Sayangnya, pihak Pokja keliru saat menginput persyaratan dengan memasukkan jumlah NPT sebesar Rp 200 juta, sehingga terakumulasi hanya Rp 600 juta.
Dari persyaratan NPT versi Rp 200 juta ini, sistem memilih empat perusahaan.
Karena alasan kekeliruan dan dengan pertimbangan saat itu masih masa pendaftaran, Pokja mengembalikan berkas ke pihak dinas.
“Jadi Pokja kembalikan dengan catatan batal gara-gara kesalahan input,” sambung Arjanto.
Saat masa-masa pengembalian berkas tersebut, Arjanto banyak mendapat sorotan dari sejumlah pekerja konstruksi. Hal itu lantaran proses tender cepat yang diberlakukan agak asing dengan proyek konstruksi.
“Memang biasanya tender cepat hanya dilakukan di proyek pengadaan, kalau konstruksi belum pernah dilakukan. Saya banyak dapat sorotan karena ini,” ungkapnya.
Olehnya, ia berinisiatif kembali melakukan konsultasi. Sasaran konsultasi Arjanto kali ini langsung ke narasumber nasional ahli bidang pengadaan barang dan jasa, Khalid Mustafa.
“Waktu itu pak Khalid Mustafa tidak setuju proyek konstruksi melalui tender cepat,” kisahnya.
Sekembalinya dari konsultasi itu, Arjanto pun memutuskan proyek pematangan lahan Kejati Sulbar dilakukan dengan proses tender biasa.
Pihaknya bersama Pokja mengaku berupaya agar proses tender biasa itu dilakukan seefisien mungkin, mengingat minimnya waktu tersedia.
Setelah mendapat kepastian dari Pokja bahwa proses tender bisa dilakukan hanya dalam 20 hari, Arjanto menyetujui.
“Kita setujui itu namun kita tambahkan persyaratan, dengan melipatgandakan jumlah alat kerja sebagai ketentuan perusahaan yang ikut tender,” tambahnya.
Namun sayangnya, Arjanto menuturkan, empat perusahaan yang lolos saat tender cepat sebelumnya, tidak semua kembali mendaftar di proses tender biasa tersebut.
“Kita juga sayangkan, kenapa perusahaan ini tidak daftar kembali,” pungkas Arjanto.
Sebelumnya diberitakan, salah satu aktivis antikorupsi Sulbar, Abdul Rahman Anwar menyorot mekanisme tender yang dilakukan Dinas PU dan pihak penyedia barang-jasa, pada proyek pematangan lahan Kejati Sulbar.
Abdul Rahman mengaku, ada kontraktor yang merasa dirugikan dalam tender proyek lahan kejati. Kontraktor tersebut mengadukan masalah itu ke dirinya.
“Kontraktor ini namanya Syarif, dia mengadu ke kami bahwa dirinya sangat dirugikan oleh pihak dinas karena terjadi pembatalan tender dengan alasan yang tidak masuk akal,” ujar Abdul Rahman di Mamuju, Senin (09/12).
Mekanisme yang dinilai rancu tersebut, dianggapnya melenceng dari prosedur. Abdul Rahman menyebut ada dugaan “main mata” antara pihak dinas dan Pokja.