Makassar, Beritaini.com – Akademisi dan pengamat politik kebangsaan, Arqam Azikin, resmi meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya bertajuk “Politik Hukum Komponen Cadangan Pada Sistem Pertahanan Negara”, di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Arqam memaparkan hasil risetnya di depan 8 orang penguji, termasuk promotor dan ko-promotor yang dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin, Prof Dr Farida Patittingi, mewakili Rektor, berlangsung di Ruang Promosi FH Unhas, Selasa 27 Oktober 2020, mengikuti protokol kesehatan.
Pada prosesi gelar tertinggi di bidang akademik ini, Prof Dr Marwati Riza (Promotor), Prof Dr Muhadar (Ko-Promotor) dan Prof Dr Faisal Abdullah (Ko-Promotor).
Sedangkan Penguji internal Fakultas Hukum Unhas Prof Dr Abdul Razak, Prof Dr Farida Patittingi, Prof Dr Muh Ashri dan Prof Dr Irwansyah.
Adapun Penguji eksternal oleh Prof Dr Hasnawi Haris (WR 1 UNM).
Dihadapn penguji, dan disaksikan tamu undangan melalui virtual, Dr Arqam Azikin mengulas latar belakang masalah Pertahanan negara.
Menurut tokoh muda ini, Pertahanan Negara pada hakikatnya bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran terhadap hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri.
“Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,” urainya.
Akademisi Unismuh Makassar ini, dalam mempertahankan disertasinya menuturkan bahwa upaya pertahanan yang bersifat semesta merupakan model yang dikembangkan sebagai pilihan bagi pertahanan Indonesia yang diselenggarakan dengan keyakinan pada kekuatan sendiri berdasarkan atas hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan negara.
Dia berpandangan, meskipun Indonesia mencapai tingkat kemajuan dalam membangun kemandirian bangsa, tetapi model kesemestaan tetap menjadi pilihan strategis untuk dikembangkan dengan menempatkan warga negara sebagai subjek pertahanan negara sesuai dengan perannya masing-masing.
“Sistem pertahanan negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Kerakyatan artinya orientasi pertahanan diabadikan bersama rakyat dan untuk kepentingan seluruh rakyat,” cermat Arqam.
Diakhir elaborasinya, tokoh muda Sulsel itu menjelaskan, saat ini jenis ancaman pertahanan negara adalah ancaman nonmiliter sehingga gelar pertahanan negara semestinya lebih menitik beratkan pada gelar kekuatan pertahanan nonmiliter.
Salah satu komponen pertahanan negara yang vital dalam mengahadapi ancaman nonmiliter adalah komponen cadangan.
Namun selama ini kebijakan pertahanan negara yang ada hanya mempersiapkan komponen cadangan dalam menghadapi ancaman militer tetapi tidak dalam menghadapi ancaman nonmiliter.
“Berdasarkan analisis terhadap kebijakan pertahanan negara yang ada terutama yang berkaitan dengan komponen cadangan pertahanan negara, maka kita bisa melihat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak begitu jelas mengatur soal keterlibatan komponen cadangan dalam menghadapi ancaman nonmiliter,” ulasnya.
Oleh sebab itu, dia menyarankan dalam bentuk rekomendasi agar paradigma pancasila, terutama khususnya sila Kerakyatan, Persatuan, keadilan tetap menjadi fundamental-norm bagi penyusunaan dan pelaksanaan kebijakan politik hukum pertahanan negara, sehingga tetap terjamin keutuhan NKRI dalam konteks sistem pertahanan negara.
Direkomendasikan pada aspek pengaturan, keberadaan komponen pertahanan negara perlu dimaksimalkan guna mendukung langkah-langkah antisipatif terhadap berbagai ancaman yang dapat timbul bahkan yang tengah berlangsung tanpa disadari.
“Sebagai instrumen hukum, UUD NRI 1945 telah memberi penegasan dimana secara filosofi berdirinya bangsa tak lain untuk menjaga dan melindungi seluruh bangsa. Sehingga dengan demikian dasar pengintegrasian sistem pertahanan keamanan dapat menjadi lebih terpadu dan seksama,” tegas Arqam.