Ekonomi

Trump Takut Boikot Impor Semiconductor AS ke China Jadi Bumerang

×

Trump Takut Boikot Impor Semiconductor AS ke China Jadi Bumerang

Sebarkan artikel ini

Beritaini.com – Perang dingin perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan ZTE berakhir dengan keputusan ZTE untuk menyetop bisnisnya. Namun, sehari setelah ZTE mengeluarkan pernyataan itu, Presiden AS Donald Trump malah ingin ZTE kembali berbisnis di negaranya.

Pernyataan ini disampaikan Trump lewat sebuah kicauan di Twitter. Menurutnya, saat ini ia tengah berembuk dengan Presiden China Xi Jinping untuk mencari jalan agar perusahaan ponsel dan telekomunikasi asal China itu bisa kembali berbisnis di AS secepatnya.

“Presiden China Xi, dan aku, tengah bekerjasama untuk memberikan jalan bagi perusahaan masif ZTE kembali berbisnis, secepatnya. Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di China. Departemen Perdagangan telah diberikan instruksi untuk menyelesaikan,” cuit Trump.

Baca juga:  United Tractors akuisisi Tambang Emas di Tapanuli

Cuitan Trump ini terkesan membingungkan dan plin-plan. Pasalnya, sebelumnya pemerintah AS kerap menyerang ZTE dengan berbagai pelarangan.

Achpran salah seorang pengamat politik Ekonomi luar negeri menyebutkan, Trum sepertinya takut dengan boikot yang ia gencarkan beberapa pekan lalu, ia (Trump) hanya menggertak perusahaan Telekomunikasi raksasa asal Cina tersebut karena perkembangannya yang begitu massif dan menjadi bumerang bagi produk semiconduktor asal negeri pamansam tersebut.

Pelarangan terhadap ZTE memang berdampak sangat besar, karena mereka dilarang membeli komponen dari perusahaan asal AS, dalam hal ini adalah Qualcomm. Padahal, ponsel ZTE kebanyakan menggunakan prosesor dari Qualcomm.

Kemungkinan ZTE juga akan kehilangan lisensi Android-nya dari Google. Jadi meskipun mereka membeli prosesor dari perusahaan lain seperti Mediatek atau Samsung, mereka juga tetap tak bisa menggunakan OS Android di ponsel buatannya.

Baca juga:  UKM Mencoba Bertahan di Tengah Covid-19

ZTE sendiri merupakan salah satu perusahaan terbesar yang ada di China. Perusahaan ini, seperti dikutip detikINET dari The Verge, Senin (14/5/2018), punya karyawan lebih dari 80.000. Karenanya, dalam kicauannya Trump menyertakan bahwa banyak yang berpotensi kehilangan pekerjaan akibat dari imbas larangan tersebut.