Oleh: Dr. Andi Zastrawati, M.Si*
Di tengah – tengah persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020, secara bersamaan Indonesia juga harus menghadapi pandemi Covid 19 yang mulai menyerang Indonesia sejak bulan Maret 2020. Wabah Virus Covid 19 atau populer disebut Corona telah menjangkiti sejumlah daerah di Indonesia, termasuk daerah – daerah penyelenggara Pilkada. Tentu saja pandemi Covid 19 telah membawa dampak negatif bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik, termasuk mengganggu kegiatan tahapan pilkada yang telah berlangsung. Terhadap kondisi inilah, sejumlah masyarakat, para ahli dan pegiat pemilu mulai mendengungkan perlunya penundaan tahapan pilkada dan meminta pemerintah untuk lebih memberikan perhatiannya terhadap pencegahan penularan dan penyebaran Covid 19.
Seiring dengan gencarnya himbauan pemerintah terhadap pencegahan penularan dan penyebaran virus Covid 19 yaitu : “menjaga jarak”, “menghindari keramaian/kerumunan”, dan “di rumah saja”, dimana protokol kesehatan tersebut bertabrakan dengan kegiatan pilkada. Hal ini menjadi pertimbangan kuat untuk menunda tahapan Pilkada Serentak Tahun 2020.
Sejalan dengan usulan berbagai pihak dan anjuran pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan, maka keputusan DPR RI dan Pemerintah tentang penundaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah yang rencananya akan digelar pada bulan Desember Tahun 2020 di 270 daerah dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota adalah keputusan yang bijak. Melalui rapat kerja yang dilaksanakan pada tgl. 30 Maret 2020 di gedung DPR RI, Komisi II DPR RI bersama Kemendagri dan Penyelenggaran Pemilu (KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI), telah menyepakati beberapa hal yaitu :
- Melihat perkembangan pandemi Covid 19 yang hingga saat ini belum terkendali dan demi mengedepankan keselamatan masyarakat, Komisi II DPR RI menyetujui penundaan tahapan Pilkada Serentak 2020 yang belum selesai dan belum dapat dilaksanakan.
- Pelaksanaan Pilkada lanjutan akan dilaksanakan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR.
- Dengan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, maka Komisi II DPR RI meminta Pemerintah untuk menyiapkan payung hukum baru berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu).
- Dengan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, Komisi II DPR RI meminta kepada Kepala Daerah yang akan melaksanakan Pilkada Serentak 2020 merealokasi dana Pilkada Serentak 2020 yang belum terpakai untuk penanganan pandemi Covid 19.
Terhadap hasil keputusan bersama tersebut, maka menarik untuk mengkaji skenario penundaan tahapan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang disesuaikan dengan skema pemilu pasca Keputusan MK. No. 55/PUU-XVII/2019. Dalam mengatur penjadwalan ulang pilkada lanjutan secara serentak Tahun 2020, perlu melakukan sinkronisasi dengan Putusan MK agar teknis pelaksanaan kepemiluan berjalan sesuai dengan perkembangan pengaturan pemilu terkini.
Mahkamah Konstitusi telah mengubah pendiriannya soal pemilu serentak 5 (lima) kotak sebagai satu-satunya pilihan yang konstitusional, sebagaimana termuat dalam Putusan MK No.14/PUU-XI/2013 (diputus 23 Januari 2014). Namun setelah keluar putukan MK No. 55/PUU-XVII/2019 telah merubah skema pemilu menjadi Pilihan pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah. Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPD; dan dua tahun setelah pemilu serentak nasional, dilaksanakan Pemilu serentak daerah untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Pemilu anggota DPR, anggota DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh dilaksanakan terpisah. Bisa dikombinasikan dengan pemilihan lain sepanjang pilihannya dilakukan berdasar pertimbangan, yaitu penguatan sistem pemerintahan presidensial, konstitusional, efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilu, serta menjamin hak warga negara untuk memilih secara cerdas.
Berdasarkan hasil keputusan bersama antara DPR RI, Pemerintah serta Penyelenggara Pemilu, dan dengan mempertimbangkan hasil keputusan MK. No. 55/PUU-XVII/2019, tulisan ini menawarkan beberpa skenario penjadwalan ulang Pilkada Lanjutan secara serentak Tahun 2020, yaitu :
- Diselenggaran pada Tahun 2022, sekaligus menggabungkan daerah yang mengikuti pilkada serentak pada tahun 2017, yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022. Untuk Pilkada tahun 2018, yang masa jabatannya berakhir 2023, dapat digabung pada Pilkada Serentak tahun 2022 atau dilaksanakan pada Tahun 2023. Ini berarti, Pilkada tahun 2020 diperpanjang masa jabatannya selama 2 (dua) tahun karena Pandemi Covid 2019, dan untuk daerah yang jabatannya selesai tahun 2023 diperpendek satu tahun. skenario ini ditentukan dengan mempertimbangkan roadmap jadwal pemilu pasca putusan MK, sebagai berikut :
- Tahun 2024, pelaksanaan Pemilu Nasional (Pemilihan Calon Anggota DPR, DPD, serta Calon Presiden dan Wakil Presiden).
- Tahun 2026, Pelaksanaan Pemilu Daerah (Pemilihan Calon Anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, dan Bupati/Walikota). Anggota DPRD hasil Pemilu 2019 menjabat sampai 2026. Konsekwensinya perlu penataan masa jabatan anggota DPRD.
- Diselenggarakan pada pertengahan tahun 2021 atau bulan September Tahun 2021, dengan menggabungkan Pilkada 2017 yang masa jabatannya selesai pada Tahun 2022. Sementara untuk Pilkada 2018 yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2023 tetap diselenggaran pada tahun 2023. Dengan demikian roadmap pemilu pasca putusan MK adalah :
- Tahun 2024, pelaksanaan Pemilu Nasional (Pemilihan Calon Anggota DPR, DPD, serta Calon Presiden dan Wakil Presiden).
- Akhir Tahun 2025 atau Awal Tahun 2026, Pelaksanaan Pemilu Daerah (Pemilihan Calon Anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, dan Bupati/Walikota). Anggota DPRD hasil Pemilu 2019 menjabat sampai 2025. Konsekwensinya perlu penataan masa jabatan anggota DPRD.
- Diselenggarakan pada bulan September 2020, tetapi memiliki tingkat resiko besar karena belum ada kepastian kondisi akan stabil pada Tahun 2020 akibat pandemi Covid 19. Terlebih saat ini, terjadi pengalihan pos anggaran Negara secara besar – besaran, termasuk anggaran pilkada, yang diperuntukan untuk membiayai penangulangan wabah virus covid 19. Bisa jadi kondisi keuangan Negara juga belum pulih untuk mempersiapkan Pilkada lanjutan Tahun 2020.
- Konsekuensi dari pelaksanaan pilkada lanjutan tahun 2020 pada bulan September tahun 2020, jika disesuaikan dengan putusan MK No. 55/ PUU-XVII/2019, maka harus melaksanakan pilkada tahun 2022 dan atau 2023 untuk persiapan pemilu daerah pada ahir tahun 2026 dan atau awal tahun 2027.
Ke-empat skenario yang dipaparkan dalah beberapa opsi yang dapat dipertimbangakan dalam penjadwalan ulang tahapan pilkada tahun 2020. Adapun dasar hukum yang mengatur penundaan tahapan pilkada serentak tahun 2022 berdasarkan hasil rapat DPR RI bersama Pemerintah yaitu melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu). Alasan penundaan pilkada serentak tahun 2020 dengan mengeluarkan Perppu cukup beralasan karena sudah memenuhi persyaratan, yaitu :
Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. Mengingat Pasal 201, Ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur pelaksanaan Pilkada Serentak pada bulan September 2020, sementara situasi pandemi Covid 19 tidak menentu sehingga tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.
Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU tapi tidak menyelesaikan masalah. UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, tidak memiliki ayat-ayat yang memberikan alternatif proses penyelenggaraan pilkada apabila terjadi bencana dengan waktu yang tidak pasti. Ketidakpastian yang dimaksud adalah soal pandemi Covid-19 yang tidak memiliki kepastian kapan akan berakhir.
Ketiga, kekosongan hukum harus diatas secara cepat, tidak bisa melalui prosedur biasa yang memakan waktu. Oleh karena itu, Perppu merupakan jalan pintas untuk menjawab penundaan pilkada tersebut. Namun dalam pengaturannya harus jelas, kapan keadaan mendesak perlu diselesaikan. Perlu kepastian agar problematika bisa diselesaikan dan penyelenggara bisa memikirkan hal-hal lain dalam persiapan dan kesiapan penyelenggaraan Pilkada ke depannya.
Saat ini bola di tangan pemerintah dalam perumusan Perppu. Dalam kesempatan ini, penulis ini menyampaikan pandangan terhadap beberapa materi yang perlu diperhatikan dalam perumusan Perppu, yaitu :
- Penjadwalan ulang Pilkada 2020 harus mulai menyesuaikan dengan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah. Ini dimaksudkan sekaligus menata jadwal Pilkada yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2020, 2022 dan 2023, dapat langsung disinkronisasi dengan upaya menata jadwal pemilu kedepan pasca keputusan MK. No. 55/PUU-XVII/2019.
- Perlu mengatur penataan masa jabatan bagi daerah yang masa jabatannya berakhir pada Tahun 2020, 2022 dan 2021, akibat penjadwalan ulang pilkada dan penyesuaian dengan skema pemilu pasca keputusan MK. No. 55/PUU-XVII/2019.
- Perlu mengatur kekosongan masa jabatan beberapa kepala daerah yang akan berakhir pada tahun 2020, dengan tetap memastikan jaminan pelayanan sosial bagi masyarakat tetap terjaga dengan baik.
- Penjadwalan ulang pilkada 2020 harus benar – benar menjamin kepastian waktu pelaksanaan tahapan dengan memperhitungkan perkembangan kondisi akibat Covid 19. Semakin jauh jarak penundaan, maka akan semakin meminimalisasi potensi terhambatnya pilkada lanjutan tahun 2020. Dengan demikian penyelenggara pemilu dapat lebih berkosentrasi melanjutan tahapan pilkada sesuai dengan jadwal tahapan lanjutan.
- Perlu mengatur mekanisme atau tatacara penundaan tahapan pilkada, baik penundaan secara keseluruhan tahapan pikada atau penundaan sebagian tahapan pilkada. Ini sangat tergantung dari penetapan jadwal pelaksanaan pilkada lanjutan tahun 2020.
- Berdasarkan kesepakatan rapat DPR RI, Pemerintah dan Penyelenggara pemilu bahwa Anggaran Pilkada yang belum digunakan akan dialihkan untuk penanganan Covid 19, bisa diprediksi anggaran persiapan pilkada lanjutan akan diatur kembali. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pendanaan dan sumber anggaran perlu diatur dalam Perppu. Apakah sumber dana berasal seluruhnya dari APBN atau bisa juga berasal dari APBN (60%) dan APBD (40%).
- Perppu sebaiknya tidak mengatur hal – hal yang bersifat teknis, sehingga jika terjadi kondisi yang tidak kondusif tidak akan mengganggu jalannya tahapan pilkada lanjutan. Hal – hal yang bersifat teknis cukup diatur dalam peraturan teknis dibawahnya. Selain itu, jika terjadi kondisi yang tidak memungkinkan, tidak harus mengubah Perppu.
Kita berharap Perppu yang akan dirumuskan Pemerintah dapat menyelesaikan kondisi sosial politik ditengah kondisi yang tidak menentu akibat pandemik Covid 19. Dan diharapkan Pengaturan Perppu mampu menata Pilkada lanjutan Tahun 2020, yang disinkronisasi dengan skema pemilu kedepan, dalam upaya mewujudkan penguatan sistem pemerintah presidensial dan menciptakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan berintegritas.
(*): Penulis adalah Alumni Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Staf Ahli Komisi II DPR RI