Oleh : Dr.Muslimin.M.Si
Pesta demokrasi lima tahunan dalam konteks pilkada dimana ada 270 daerah yang akan terlibat langsung dalam proses demokrasi, pesta demokrasi ini akan dijadwalkan berlangsung akhir tahun 2020 yang semula di bulan sepetember lalu ditunda ke tanggal 9 desember 2020.
Pilkada dimasa pandemi ini menjadi tantangan yang cukup berat bukan hanya pada penyelenggara, kontestan/ calon kepala daerah tetapi juga masyarakat secara umum terlebih masyarakat yang akan melangsungkan pesta demokrasi lima tahunan itu. Disatu sisi pesta demokrasi ini harus berlangsung secara demokratis agar pilkada menjadi berkualitas, tetapi disisi lain kita harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat sebagai salah satu ikhtiar dalam menjaga kesehatan dan menyelematkan nyawa orang -orang dari keganasan wabah covid19.
Tantangan dalam pilkada
Meskipun proses pilkada ini berlangsung di tengah pandemi wabah covid 19, tetapi bukan berarti proses pesta demokrasi ini akan berkurang kualitasnya sebab tekad para penyelenggara serta harapan bagi pemerintah dan masyarakat adalah output pilkada harus berkualitas dimana kepala daerah yang lahir dari proses itu benar benar bermutu dan menjadi harapan bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Beberapa tantangan dalam proses pilkada yaitu :
1. Penerapan protokol kesehatan secara ketat, ini harus benar benar dipastikan bahwa siapapun yang terlibat dalam proses itu maka secara sadar harus mentaati aturan dengan baik meskipun masih banyak masyarakat yang masih kurang kesadarannya dalam menetapkan protokol kesehatan, dan inilah menjadi pekerjaan rumah bagi kita terutama penyelenggara untuk tetap disiplin dan konsisten mensosialisasikannya.
2. Kualitas pelaksanaan pilkada yang didalamnya banyak indikator penting seperti partisipasi masyarakat. Pilkada tahun ini akan ada 106 juta pemilih di 270 daerah harus dipastikan partisipasinya dalam pilkada itu, dan ini tidak mudah bagi penyelenggara untuk mensosialisasikan agar masyarakat mau dan sadar untuk menyampaikan haknya dalam memilih calon yang diinginkan.
3. Praktik politik uang( money politic), salah satu tantangan terberatnya adalah bagaimana menghilangkan politik uang ini, politik transaksional, tidak mudah memang meyakinkan masyarakat untuk benar benar memilih karena memang kandidatnya layak dipilih dengan parameter terukur.
Masih ada sebagian masyarakat terjebak dengan kurangnya pendidikan politik dan kedekatan sosiologis, ada sebagian masyarakat memilih bukan karena secara sadar menggunakan hak politiknya tetapi karena di mobilisasi atau dipengaruhi politik transaksional.
4. Pemilih cenderung melihat figur bukan visi misi dan program yang ditawarkan melainkan karena kedekatan sosiologis seperti kekerabatan, kesamaan agama, etnis dan suku
Pesta demokrasi ini berlangsung dengan segala keterbatasan dan tantangannya kian berat, lantaran mayoritas berlangsung di ranah virtual. Upaya para kandidat mengenalkan diri menjadi lebih riskan, media sosial menjadi lapangan utama dalam bersosialisasi dimana ruang ini menjadi rentan terhadap penyeberan hoaks dan manipulasi.
Menurut pramono ubaid( kpu) dalam sebuah seminar bahwa kampanye via media sosial menjadi lahan subur hoaks, fitnah dan SARA,” sejak 2019 sudah muncul seperti itu apalagi saat kampanye kita dorong lebih ke arah lebih kampanye di medsos dan daring.”
Pilkada ditengah pandemi ini pada akhirnya akan membuka praktik klientelisme politik (edward aspinal) yakni sikap permisif yang dilakukan oleh para aktor dalam pilkada yang didalamnya diantara pemilih dan pegiat kampanye memberikan dukungan kepada kandidat dengan imbalan bantuan atau materi lainnya.
Pilkada 2020 ini memiliki arti penting bagi negara dan daerah dalam memastikan hak hak demokrasi bagi rakyat untuk memilih pemimpin pemimpin yang berkualitas meskipun dilaksanakan ditengah masa pandemi covid 19, kualitas pilkada menentukan kualitas pemimpin yang dilahirkan dari proses yang berkualitas itu.(*)