Opini

Stigmatisasi dan Mosi Tidak Percaya Penanganan Covid-19

×

Stigmatisasi dan Mosi Tidak Percaya Penanganan Covid-19

Sebarkan artikel ini

Oleh: Hasri Jack*

Akhir-akhir ini banyak stigma negatif dialamatkan kepada Tenaga Medis. Beberapa kasus mengakibatkan terjadinya protes dan keributan di RS, yang juga berlanjut di media sosial.

Beragam komentar pun muncul, ada yang membenarkan, ada yang menyalahkan bahkan ada pula yang menuduh ini konspirasi dan bla bla blaa.

Tapi disini saya tidak akan menyalahkan dan membenarkan siapa-siapa, lagi pula kapasitas saya untuk menyalahkan dan membenarkan pada kasus ini tidak ada, latar saya juga bukan seorang Kesehatan apalagi Pengamat. Namun tak salah kiranya jika sekedar memberi pandangan pribadi :

1. Pertama, saya ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban yang meninggal, baik itu dalam status PDP maupun Positif Covid, dan baik itu masyarakat biasa, maupun tenaga medis yang gugur. Tentu tidak ada yang menghendaki diposisi itu, selain duka yang dalam dirasakan, juga kesedihan akibat tak bisa memakamkan keluarga secara syariat agama, serta beban stigma dari sebagian “masyarakat yang masih latah” memahami kejadian seperti ini. Padahal ini bukanlah aib, melainkan musibah kita bersama.

2. Untuk kasus yang meninggal dalam status PDP dan belum ada hasil SWABnya, memang menimbulkan dilematis bagi Tenaga Medis dan kegundahan bagi Keluarga Korban. Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP adalah status resiko, bukan suatu diagnosis. Status PDP adalah kondisi dimana pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala yang mengarah ke covid dan kebanyakan kasus Covid yang meninggal karena ada penyakit penyerta (penyakit bawaan) sebelumnya.

Baca juga:  Ekonomi Sulbar Merosot dan Ambisi Tetek Bengek IKN Pj Gubernur

3. Yang menjadi kelemahan kita di Indonesia adalah, lambannya proses diagnostik pada kasus Covid ini. Kemampuan Lab masih sangat terbatas, sehingga antrian sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 minggu baru sampel atau diagnoasanya bisa diketahui. Hal inilah yang saya kira menjadi persoalan utama dan ini yang mesti segera ada solusinya.

Dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan, untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, tenaga medis mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya secara prosedur Covid, dengan tujuan dapat menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat. Namun timbul persoalan bilamana hasil SWAB korban ternyata Negatif, dan korban telah dimakamkan secara prosedur Covid.

4. Dalam beberapa kasus keributan atau protes yang terjadi diberbagai daerah, semestinya tak dibiarkan begitu saja, namun dapat menjadi perhatian khusus pemerintah untuk melakukan evaluasi SOP pada RS Rujukan covid. Sebab ada beberapa contoh kasus yang terjadi, sama-sama masih berstatus PDP (Meninggal) namun ada yang berhasil mengambil mayat dan dibawa pulang oleh kelurga atau rekannya untuk dimakamkan sendiri, dan ada yang tidak berhasil karena tak punya daya. Kejadian seperti ini yang bisa memicuh rasa ketidak adilan yang dialamai para keluarga korban.

Baca juga:  KETIKA GURU TIDAK (AKAN) LAGI PNS ?

5. Kejadian ini juga menjadi warning bagi pemerintah, jika hal seperti ini terus berlanjut, maka akan menjadi persoalan yang baru, stigma bahwa RS dan Tenaga Medis menjadikan kasus-kasus seperti itu sebagai pemanfaatan anggaran, dan provokasi kepada publik terus berlanjut untuk melayangkan mosi tidak percaya pada penanganan Covid ini yang sangat berbahaya.

Bahwa saat ini ada kekawatiran-kekawatiran masyarakat untuk memeriksakan kondisi kesehatannya ke Faskes atau RS, ya memang ada, apakah karena termakan informasi bahwa menjadi PDP itu sangat gampang dan menjadi hal yang menakutkan maka masyarakat akan lebih memilih untuk menyembunyikan gejala penyakitnya, apakah ini tidak akan menajdi masalah baru?

6. Lalu bagimana dengan Tenaga Medis kita, apakah mereka diam, tentu tidak. Sebagian dari mereka juga pasti merasa kecewa dengan stigma miring yang berkembang. Namun apapun kondisinya mereka harus terus bekerja menunaikan tugas dan tanggung jawab profesi. Maka hal-hal seperti itu harus dihentikan, tugas Pemerintah untuk segera merespon dan memberikan edukasi serta solusi yang terbaik. Covid ini harus tetap kita lawan secara bersama dan saling menguatkan agar segera berkhir.

Mamuju, 04 Juni 2020

(*) Hasri Jack, Ketua Garda Nusantara Sulawesi Barat