Opini

Tabayyun Ditengah Kebebasan Pers

×

Tabayyun Ditengah Kebebasan Pers

Sebarkan artikel ini
Foto : Ilustrasi
Ilustrasi

Oleh : Salim Majid*

Era digital begitu cepat, Informasi menyerang ruang-ruang publik. Beragam media sosial menjadi medium interaksi sosial menembus batas kehidupan sosial. Seakan tak ada lagi sekat batas privasi dan publik.

Informasi haram dan halal seakan amat sulit dibedakan, mana palsu (hoax) dan Asli. Publik pun menelan mentah-mentah setiap informasi tanpa memilah dan memilih.

Media arus utama ( Mainstream) diharapkan mampu menjadi penyeimbang. Agar tak larut pula dalam pusaran kepentingan sesaat.

Pertarungan media arus utama menjadi urgen ditengah serangan informasi yang begitu cepat mengharu biru tubuh sosial.

Publik terkadang dibuat bingung dan sulit membedakan mana informasi yang benar dan hoax.

Maka sikap arif dan bijak berselancar di medsos amat dibutuhkan. Agar para user tak menjadi produsen berita hoax.

Agar medsos tak menjadi medium propaganda dan provokator. Menyebar kebencian dan saling menyerang yang ujungnya adalah “perang opini”.

Tabayyun Vs Hoax

Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.[al-Hujurât/49:6].

Kutipan ayat tersebut diatas mencoba kita memahami apa itu tabayyun dalam konsep Islam?

Tabayyun memberi makna ketelitian dan kehati-hatian dalam menerima setiap informasi. Sikap tabayyun erat kaitannya dengan profesi seorang wartawan

Baca juga:  MASALAH DAN TANTANGAN PENDIDIKAN

Pra dan pasca pesta demokrasi informasi tidak sehat terkadang masih saja mewarnai jagat medsos. Rentetan informasi menyesatkan seakan tak ada habisnya.

Tak sedikit media arus utama menjadikan medsos sebagai sumber informasi awal. Karena itu, dibutuhkan verifikasi dan klarifikasi terkait kebenaran informasi yang berasal dari medsos.

Meneliti dan mencermati setiap informasi merupakan cara profesionalisme seorang wartawan sebelum dikonsumsi publik.

Konsep tabayyun amatlah dibutuhkan seorang wartawan agar karya jurnalistik itu tak distorsi. Yang lebih penting konsumen (publik) harus cerdas dalam menerima setiap informasi

Sebab salah menerima informasi konsekuensinya bisa berdampak sosial. Pembentukan opini publik yang tidak benar akan merusak tatanan kehidupan sosial.

Selain itu, Produsen informasi menyesatkan dan menyebarkannya keseluruh tubuh sosial bisa berdampak hukum.

Sekecil apapun informasi bisa berdampak fatal. Jika informasi itu tidak diteliti dan dicemati dengan baik.  Bahkan bisa pula berujung fitnah. Dan ingat! Bukankah fitnah adalah perbuatan dosa dan amat dilarang oleh sang pencipta ( Allah SWT).

Verifikasi Informasi (Chek end Ricek)

Chek end ricek kebenaran informasi entah sumbernya dari mana. Sekalipun itu sumbernya dari ” setan” maka wajib hukumnya bagi seseorang untuk meneliti dan menguji kebenaran informasi tersebut.

Dalam aspek jurnalistik. Verifikasi dan validasi informasi merupakan cara media atau pers bertabayyun. Karena hal tersebut diatur pula dalam kode etik dan UU Pers.

Jadi distorsi informasi yang lahir dari tangan seorang jurnalistik adalah fatal. Sebab disana kredebilitas media dan wartawan akan dipertaruhkan.

Baca juga:  ASPEKSINDO Menguatkan Visi Kemaritiman Jokowi-JK

Memihak kepada kebenaran penting. Tapi jauh lebih ensial meneliti setiap kebenaran informasi. Kendati itu adalah fakta kebenaran.

Sebab sebuh informasi menjadi karya jurnalitik harus jujur dan tak ada keraguan. Karenanya menulis adalah kejujuran. Karya yang tak jujur akan melahirkan satu stigma keraguan.

Ragu-ragu adalah penyakit yang amat berbahaya dalam mengola dan memproduksi karya pers.

Dengan demikian Tabbayyun tak hanya berlaku bagi pekerja Pers. Tapi lebih pada mahluk individu dalam membangun interaksi sosial.

Saling berinteraksi dalam ruang-ruang publik. Dan mencoba merekontruksi satu pemikiran.

Pers Tak Terjebak Dalam Kebebasannya

Seruan pro dan kontra soal “Peopel Power” belakangan ini. Merupakan satu fenomena sosial yang menggelinding ke publik.

Media massa diharapkan mampu menjadi pilar demokrasi yang hakiki. Memberi kesejukkan ditengah tensi politik yang memanas jelang penetapan pemilu 2019.

Pers tak boleh terjebak dalam satu pemikiran pragmatis atas nama kebebasan pers.

Mentransformasikan satu pesan yang obyektif dengan nalar tabayyun untuk kemasalatan ummat.

Sebab kompetisi demokrasi boleh panas. Tapi tak boleh terpecah. Meski perbedaan itu manusiawi.

Pesta yang termahal ini usai digelar. Yang menang tentu adalah rakyat lewat pemilu.

Kendati kekuasaan yang tertinggi hanya datang dari sang khalid . Karena disanalah berdiam kesempurnaan yang hakiki.

(*):Wakil Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sulawesi Barat

 

 

Example 300250